Van Riemsdijk memacu kudanya dan berhenti di belakang kereta mogok itu. Setelah memarkir kereta di bawah sebuah pohon asam yang rindang, ia turun dan berjalan menghampiri. Ia melihat seseorang berjongkok memeriksa roda kereta yang patah asnya, seseorang lainnya berdiri di sebelahnya sambil berkacak pinggang dengan raut muka kesal dan bibir yang tak berhenti menyumpah. Laki-laki itu memakai baju dan topi mirip dengan yang dikenakan Kaisar Napoleon dari Prancis.
Melihat penampilannya, van Riemsdijk langsung yakin kalau lelaki ini pastilah Marsekal Herman Willem Daendels yang sedang dalam perjalanan menuju Buitenzorg. Tanpa membuang waktu lagi ia lantas memberi hormat dan menyapanya dengan ramah.
Sejurus mereka saling bercakap, selanjutnya setelah tahu duduk persoalannya, van Riemsdijk menawarkan kereta kudanya sebagai ganti kereta Daendels yang mogok itu. Dengan senang hati Daendels menerima tawaran van Riemsdijk sambil berkata: " Ah tuan sungguh sopan sekali, padahal saya berfikir kalau pun seandainya tuan tidak menawarkan kereta ini, pastilah saya akan mengambilnya begitu saja. Baiklah tak jadi soal, betapa pun juga saya mengucapkan terima kasih atas kebaikan tuan." Setelah itu Daendels meninggalkan van Riemsdijk yang berdiri terpaku memandang keretanya bergerak meninggalkannya sendirian di tengah jalan, kemudian lenyap dari pandangan mata.
Sekarang giliran van Riemsdijk—keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda: Jeremias van Riemsdijk (1712-1777) yang kebingungan tak tahu dengan kendaraan apa ia pulang ke Groeneveld, rumahnya di Tandjong Oost (Tanjung Timur, dekat Condet). Padahal Groeneveld jaraknya masih beberapa pal dari tempatnya berdiri ini. Akhirnya tuan-tanah yang berbadan tambun ini memutuskan pulang dengan berjalan kaki di tengah teriknya matahari.
Itulah sebuah fragmen kisah masa lalu dari ribuan kisah lainnya yang pernah terjadi di sebuah jalan raya yang sekarang bernama Jalan Raya Bogor. Sebuah jalan yang dahulunya merupakan akses utama dari Batavia ke Buitenzorg. Namun dengan dibukanya jalan tol Jagorawi, lambat laun peran jalan ini pun tergantikan meskipun tak mengurangi volume kendaraan yang lalu-lalang di atasnya.
Dahulu untuk mencapai Buitenzorg dari Batavia diperlukan waktu sekitar 4 jam melewati jalan ini (seperti diceritakan Gustaaf Willem van Imhoff, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah dari 1743 sampai 1750). Bahkan Marsekal Herman Willem Daendels pernah tak bisa mencapai Buitenzorg dalam waktu 1 hari karena kondisi jalan yang buruk dimana banyak sungai meluap hingga menyebabkan jalan yang dilewati bagaikan rawa-rawa.
Pada KM 34 terdapat Pasar Cimanggis, sebuah tempat yang dahulu dimiliki oleh tuan tanah yang rumahnya terletak tidak jauh dari sini. Tempat ini jaman dulu merupakan pos perhentian bagi orang-orang yang tengah melakukan perjalanan ke Buitenzorg atau Tjipanas. Di sini orang bisa beristirahat sejenak sambil mengganti kuda-kuda mereka dengan kuda yang lebih segar kondisinya (seperti lukisan Johannes Rach di bawah). Maklum perjalanan ke Buitenzorg bukanlah hal yang mudah dikarenakan kondisi jalan yang buruk waktu itu.
Kondisi Jalan Raya Bogor saat ini memang sangat jauh berbeda dibandingkan masa lalu. Di kanan kirinya telah penuh dengan bangunan-bangunan baru dengan peruntukan sebagai rumah pribadi, kantor, pabrik maupun toko-toko. Kalaupun masih ada yang bisa dijadikan penanda masa lalu, itu adalah pohon-pohon asam tua yang masih tumbuh beberapa buah berderet di sepanjang jalan ini. Disamping itu masih ada satu-dua rumah besar milik bekas tuan-tanah yang masih berdiri menunggu runtuh secara perlahan karena sikap generasi sekarang juga penguasa yang tak peduli lagi dengan sejarah dan masa lalunya. Sungguh menyedihkan.
Sumber foto:
• Wikipedia-Daendels (lukisan Raden Saleh)
• Rijksmuseum.nl - lukisan Johannes Rach
• Koleksi pribadi
No comments:
Post a Comment