Tuesday, September 2, 2014

di Sepenggal Bandung



Menyusuri jalan setapak di kerindangan pepohonan dalam hembusan samirana sejuk membuatku lupa akan hiruk pikuk kotaku yang penat. Gymnasium yang megah, gedung-gedung jangkung, teriakan riang remaja berlatih softball, sorak sorai anak-anak sekolah lab school, sekelompok kecil calon cendekia yang duduk di lantai berdiskusi bersama laptop di pangkuannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin mereka risau panggilan rindu kampung halaman dan pertanyaan penuh harap dari bapak: kapan kamu pulang bawa ijazah?

Sejenak ku palingkan muka memandang gedung tua nan anggun Villa Isola. ada ribuan kata tak tuntas dituliskan untuk sekadar mengisahkan kecantikan buah karya Charles Prosper Wolff Schoemaker itu. Barangkali ia terinspirasi oleh sebuah kisah tentang "sepotong surga yang tertinggal di bumi." Surga yang mulai memudar karena kerut-kerut dan bopeng di wajahnya. Jika ia buku tentu setiap halamannya dipenuhi ribuan coretan kisah yang tak berkesudahan. Seumpama tembok ratapan tentu badannya penuh luka sayatan.

Namun di sini aku mulai bisa mengingat wajahku sendiri yang sekian lama terlupa bukan karena amnesia, tapi karena aku kehilangan penandanya. Penanda itu kini menjelma nyata di depan mata. Pada gedung tua, jalanan teduh dan udara pagi yang menguar bau rerumputan.

Bandung, 16 Agustus 2014