Tuesday, February 9, 2010

Suatu Pagi di Tanah Nyai Dasima


Jika mendengar nama Nyai Dasima disebut, apa yang terlintas di benak Anda? Jawabannya tentu beragam. Bagi yang tahu betul kisahnya, pastilah terbayang sosok perempuan molek asal Desa Kuripan, Ciseeng yang pernah hidup sekitar tahun 1805 - 1830. Nama Nyai Dasima memang telah melegenda apalagi setelah G. Francis menuliskan kisahnya dalam bentuk roman sejarah yang selanjutnya ditulis ulang dengan versi berbeda oleh budayawan Betawi, SM. Ardan.

Nama Nyai Dasima begitu lekat dengan budaya Betawi. Kisahnya sering dipentaskan dalam bentuk sandiwara keliling dan pentas kesenian Betawi lainnya seperti Lenong, bahkan pernah pula diangkat ke layar perak.

Aku tak akan menceritakan kembali kisahnya secara panjang lebar. Namun sekadar mengingatkannya, akan aku tuliskan garis besar kisah hidupnya yang dramatis sekaligus tragis itu. Seperti telah ditulis di awal, Nyai Dasima lahir dan besar di sebuah desa kecil bernama Kuripan. Lazimnya anak-anak muda masa itu yang menginginkan kehidupan lebih baik maka ia pun berhijrah ke kota Batavia untuk mengadu peruntungan.

Ia diterima bekerja sebagai bedinde (pembantu rumah tangga) keluarga Edward William, seorang pejabat kepercayaan Raffles ketika Inggris berkuasa di Indonesia. Karena kemolekan ragawinya, Dasima pun dijadikan gundik atau nyai—sebutan untuk seorang perempuan yang dipiara tanpa dinikahi—oleh Tuan Besar Edward. Dari hasil hubungan ini Nyai Dasima melahirkan seorang anak perempuan bernama Nancy.

Merasa berdosa atas kehidupan yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam yang diyakininya, Dasima pun meninggalkan kehidupan mewahnya dan rela dinikahi oleh seorang tukang sado asal Kwitang bernama Samiun, biarpun hanya jadi istri ke-dua saja.

Perkawinanannya dengan Samiun tidak membuahkan kebahagiaan, justru dari sini hidupnya berakhir secara tragis. Ia mati dibunuh oleh seorang jawara bernama Bang Puase atas perintah seseorang. Siapakah “seseorang” itu? Versi G. Francis menyatakan Dasima dibunuh atas perintah Samiun yang konon amat mengincar hartanya. Sementara versi SM. Ardan lain lagi. Dasima dibunuh Bang Puase atas perintah Hayati, istri pertama Samiun yang cemburu karena suaminya lebih mencintai Dasima daripada dirinya. Mana yang benar? Wallahualam bisawab.


************

Legenda nyai yang cantik ini sangat menggoda rasa keingintahuanku, terutama wajah desa Kuripan di mana dari sini kisah itu berawal. Keinginan itu pun akhirnya terwujud pada akhir pekan ini setelah minggu-minggu sebelumnya selalu terkendala oleh cuaca yang tidak bersahabat. Anehnya lagi aku baru sukses mengambil foto Desa Kuripan pada hari ke-dua (Minggu) setelah hari pertama (Sabtu) semua hasil jepretanku blur dikarenakan settingan foto yang tidak tepat. Kesalahan itu baru kusadari setelah tiba di rumah.

Letak Desa Kuripan pada kenyataannya tak sejauh yang kubayangkan. Dari rumahku di daerah Bojong Gede sampai ke tempat itu memakan waktu tempuh kira-kira 45 menit dengan kendaraan bermotor. Seperti biasa aku ditemani oleh ibunya anak-anak yang selalu setia menemani ke mana pun aku pergi, padahal tujuannya justru ke tempat-tempat yang buat orang lain terkesan nyeleneh seperti kuburan tua, rumah tua dan kampung yang "tak menarik" macam Kuripan ini.

Kami mengambil rute jalan raya Bogor-Parung. Setelah melewati pintu gerbang komplek perumahan Telaga Kahuripan, sampailah kami pada sebuah pertigaan ke arah Ciseeng. Kami belok ke kiri dan terus menyusuri jalan ini sepanjang kira-kira 6 kilometer hingga bertemu dengan sebuah perempatan. Bila Anda ingin menuju kawasan wisata Tirta Sanita (Sania?) yang terkenal dengan air panas alami yang keluar dari bukit-bukit kapur, ambilah arah lurus. Tidak jauh dari perempatan ini ada papan petunjuk di sisi kanan jalan yang menunjukkan tempat tersebut.

Dari perempatan ini kami berbelok ke kiri dan menyusuri sebuah jalan beton sepanjang kurang lebih 1 kilometer kemudian berbelok kanan melewati gapura Desa Cibentang dan menyusuri jalan AMD Cibentang yang kecil sehingga jika berpapasan dengan mobil lain terpaksa harus menepi dulu. Tetapi jalan di sini cukup mulus karena telah diaspal dengan hotmix. Jarak dari gapura Desa Cibentang hingga Desa Kuripan sekitar 3 atau 4 kilometer.

Sebelum kita membahas tentang Desa Kuripan, aku ingin memberi sedikit informasi tentang sebuah rumah tua yang terkenal dengan sebutan Rumah Kuripan, sebuah rumah milik bekas administratur perkebunan besar Ciseeng—perlu diingat, daerah ini dulunya adalah perkebunan yang amat luas—yang sampai saat ini masih kokoh berdiri. Rumah tua ini berada di sebuah area luas yang dipagari tembok keliling dengan pintu gerbang yang selalu terkunci. Perlu ijin khusus untuk memasukinya. Anehnya sekarang begitu sulit untuk mendapatkannya padahal dahulu rumah ini sering dijadikan tempat syuting sinetron dan film.

Posisinya terletak tidak jauh dari gapura masuk Desa Cibentang. Sayangnya rumah itu tertutup kerimbunan vegetasi yang amat rapat sehingga bila dilihat dari luar tembok, bentuk fisik bangunan tersebut tak nampak. Padahal jauh hari aku ingin sekali menulis tentang rumah ini. Tidak tahu apakah keinginanku itu akan terkabul suatu saat nanti.
Kembali perjalanan kami menyusuri jalan Desa Cibentang menuju Kuripan. Suasana di sini masih cukup ramai dengan kendaraan roda dua yang lalu-lalang. Rumah-rumah penduduk pun cukup padat di sepanjang jalan ini berselang seling dengan kebun dan pohon-pohon yang menghijau.

Melewati batas Desa Cibentang kami mulai memasuki wilayah Desa Kuripan yang kami tuju. Suasana berangsur sepi, kendaraan yang melintas pun mudah dihitung dengan jari. Jarak antar rumah semakin menjauh. Rumah-rumah hanya menggerombol di tempat-tempat tertentu, selebihnya merupakan tanah lapang berupa ladang dan semak-semak perdu juga rerimbunan rumpun bambu. Dalam hati aku bertanya, inikah tempat asal muasal Nyai itu?
Bahkan kami menjumpai bangunan Balai Desa Kuripan yang berdiri menyendiri di antara hamparan ladang dan semak-semak serta rumpun bambu lebat di depannya. Kucoba mengintip lewat jendela kaca, ruangan itu terlihat kosong seperti telah lama tanpa aktivitas.

Dari depan balai desa, aku melintas rimbunnya rumpun bambu dengan berjalan kaki dan menemukan pemandangan lembah menghijau yang masih asri. Dari sini aku mengambil beberapa gambar dengan kameraku. Suasana pagi amat mendukung hasil jepretanku kali ini (aku sampai di sini sekitar jam 7 pagi).

Perjalanan pun diteruskan menyusuri jalan utama yang menghubungkan Desa Kuripan dengan Desa Cibentang di selatan hingga mencapai perbatasan dengan Desa Jampang di bagian utara. Di sepanjang jalan ini aku mengambil gambar beberapa sudut Desa Kuripan, diantaranya berupa rumah-rumah penduduk, sekolah dasar dan juga ladang-ladang luas menghijau yang ditanami tanaman palawija.

Sesaat kubayangkan sesosok anak perempuan yang pernah dilahirkan di sini dan tumbuh dewasa menjadi wanita rupawan yang konon sering membuat mata lelaki terpaku tak berkedip setiap kali melihat kemolekannya. Kelak dia akan menjadi buah bibir yang sampai detik ini masih dibicarakan oleh segelintir orang.


Desa Kuripan mungkin tidak banyak berubah dibandingkan hampir 3 abad yang lalu. Sedikit yang tampak berbeda barangkali hanyalah simbol-simbol yang menggambarkan modernitas dan kekinian seperti jalan yang beraspal dengan tiang listrik berderet di tepiannya, rumah-rumah yang sebagian berdinding bata dan perabotan listrik di dalamnya. Tetapi suasana pedesaan yang menjadi atmosfer tempat itu sejatinya tak pernah berubah sejak dahulu kala.

Melalui perjalanan yang cukup panjang, sampailah kami di batas Desa Kuripan dengan Desa Jampang sehingga kami putuskan berputar lagi menuju arah pulang. Kembali kami menyusuri jalan desa yang kemungkinan besar pernah dilewati Nyai Dasima ketika ia memutuskan pergi meninggalkan kampung halamannya yang asri ini menuju tanah harapan bernama Batavia. Sebuah mobilitas manusia bernama urbanisasi ternyata telah jamak dilakukan beberapa abad lalu. Ini memberi bukti bahwa pemerataan ekonomi tetap menjadi masalah tak terpecahkan sejak jaman dahulu hingga kini. Kota masih tetap memiliki daya tarik bagi seseorang guna memperbaiki taraf hidupnya bila dibandingkan dengan desa yang cenderung monoton dan tertinggal hampir dalam segala aspek.

Kami tinggalkan kampung halaman Nyai Dasima dengan seribu satu kenangan tentang sosok perempuan itu. Perjalanan ini memang masih jauh dari memuaskan karena tak ada fakta apa pun yang bisa kami gali lebih dalam. Tapi dengan kehadiran secara "on site" aku merasakan kisah yang sebelumnya seperti dari dunia antah berantah, kini menjadi kisah sejati dan terasa begitu dekat dengan realitas kehidupan ini. Barangkali di situlah hikmahnya, dan sesungguhnya tak ada salahnya kita belajar dari masa lalu.

25 comments:

  1. aku pernah singgal di desa ini . penuh kenangan di desa ini ... moga bisa mampir kembali ke desa ini .. amin

    ReplyDelete
  2. ini desa yang asri mas Kris...masih tenang dan bebas dari polusi. meskipun desa ini memiliki sejarah yang cukup terkenal tetapi ternyata sedikit saja orang yang tahu...sebenarnya masih ada satu lagi situs masa lalu yang ingin aku tulis, tetapi sayang birokrasi menyebabkan aku sulit mewujudkannya, tempat itu adalah sebuah rumah eks tuan tanah Kuripan (deket setu). terima kasih atas kunjungannya, salam.

    ReplyDelete
  3. Wong Bojong apa rumah peninggalan Nyai Dasima masih ada? saya juga masih penasaran karena karena saya cuma denger kalo emak saya yang lahir di Kuripan dan beaar di Kebon Sirih (Jakarta) cerita tentang Nyai Dasima yang hanya sepintas aja.kalo gak salah sebelah kanan SDN 01 Kuripan itu adalah rumah nenek saya. Salam kenal, btw Bojonggede nya dimana? saya tinggal di kampung gedong

    ReplyDelete
  4. sayang saya belum memperoleh informasi lebih detil ttg hal itu, tetapi dari referensi yg pernah saya baca konon masih ada beberapa orang yg mengaku kerabat nyai tinggal di sini.

    kampung gedong pasar rebo kah? kalau yg dimaksud kampung gedong di pasar rebo, kebetulan saya juga pernah menulis tentang rumah groeneveld di tanjung timur. salam kenal juga, terima kasih sudah mampir...

    ReplyDelete
  5. saya juga akhir-akhir ini tertarik dengan cerita tentang nyai dasimah dan akhirnya menepi disini. daerah kuripan itu sebenernya tidak jauh dari rumah saya mungkin hanya sekitar 45 menit saja saya juga pernah berkunjung kesana karna ada teman yang tinggal disana. kalo ada cerita-cerita menarik tentang suatu cerita legenda share ke saya ya mas hehhehe terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya merasa masih kurang memiliki data yg memadai ttg sejarah nyai dasima ini, belum ada waktu untuk menggali data lebih jauh...barangkalai kalau ada info menarik boleh juga dishare ke saya, mbak Dewi. terimakasih juga atas kunjungannya...

      Delete
  6. rumah groeneveld di tanjung timur itu di sebelah mananya kampung gedong di pasar rebo ya????

    saya tinggal di kampung gedong tapi ga tau banyak tentang sejarah daerah yg saya tinggali :) saya tau asal-usul penamaan kampung gedong & daerah sekitar.

    saya agak sedih kalau baca kisah nyai dasima yang cukup tragis

    ReplyDelete
  7. saya kebetulan pernah nulis catatan ttg groeneveld ini di note facebook sy secara bersambung, termasuk ttg makam kampung gedong yg berkorelasi dg sejarah rumah besar ini...kalau berminat silakan baca di sini http://www.facebook.com/notes/toto-haryanto/menengok-sisa-keindahan-groeneveld-rumah-tuan-tanah-tanjung-timur-bag1/403842249997...dan http://www.facebook.com/notes/toto-haryanto/menengok-sisa-keindahan-groeneveld-rumah-tuan-tanah-tanjung-timur-bag2/404512984997 dan ini http://www.facebook.com/notes/toto-haryanto/jejak-groeneveld-di-pemakaman-kampung-gedong-condet/10150173975129998
    terimakasih sudah mampir...

    ReplyDelete
  8. Desa yang masih asri dan belum banyak tersentuh oleh budaya luar, semoga tetap bertahan dan tidak tergilas oleh zaman

    ReplyDelete
  9. Saya orang Kuripan asli, orang tua saya asli orang Kuripan dan keluarga besar saya masih tinggal disana semua. Desa kami memang sangat indah, seindah cerita yang mas tulis tentang nyai dasimah dan saya atas nama orang kuripan mengucapkan terima kasih atas tulisan mas di blog ini
    Nenek saya pernah cerita tentang nyai dasimah, dia pernah di ceritakan oleh neneknya dulu yang pernah kecil pada masa itu, dan dia tunjukan siapa saja keturunan dari keluarga nyai dasimah, sayangnya cerita ini sekarang lebih banyak di expose sebagai cerita rakyat betawi, di bandingkan dengan yang sebenarnya adalah kami orang sunda pinggiran bogor
    mengenai gedung peninggalan belanda yang mas maksud, memang itu benar, saya ingat dulu waktu saya kecil ada satu orang dokter yang berpraktik di dalam komplek gedung itu dan saya pernah berobat dengan dia, dan ada juga pabrik pengolahan karet beserta kantor di dalamnya
    Jika mas berminat saya bersedia untuk menemani mas mencari informasi tentang gedung itu,
    Oh iya.. iya ada satu lagi bangunan tua di gerbang masuk desa AMD sebelah kanak dekat kali, konon tempat itu pada dulu kala adalah sebuah pabrik peninggalan belanda, saya kurang tau pabrik apa

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, senang sekali mendapat kunjungan dari seseorang yg memiliki ikatan historis dengan objek tulisan saya. kebetulan saya memang suka menapak-tilas masa lalu setelah mengetahui objek-objek itu lewat berbagai referensi. kegiatan seperti inipun sekadar menyalurkan hobi saja sehingga tidak sampai pada taraf kajian yg serius dan mendalam karena keterbatasan2 pada saya. terima kasih atas tawarannya yg amat menarik, mudah2an suatu saat bisa merealisasikan niat itu, dan tidak lupa terima kasih juga atas kunjungan Bapak Nandang Sunandar ke blog ini.

      Delete
    2. Untuk mas nandang boleh saya minta kontak nya untuk menanyakan tentang cerita nyai dasimah kebetulan saya mahasiswa dari isbi ingin lebih mengetahui cerita nyai dasimah tempat asal nya nyaindasimah

      Delete
  10. Desanya Nyai Dasima masih asri pengen ah kesitu, nanti saya dipandu RPU 355 Bogor, bisa dirojjer dicopy dimonitor ...salam dari Sulawesi Tenggara CIM Cina Menteng

    ReplyDelete
  11. wow lumayan bs tergambarkan tentang gambaran desa kelahiran si nyai.. sy pernah baca cerita nya dulu waktu msh smp klo ga salah pak.. nah entah kenapa tiba2 kmrn kepikiran lg keinget ttg legenda si nyai dasima.. walo sebenernya gak jarang terlintas ttg kisah si nyai.. aneh sih pdhl sy ga ada hubungan apapun ttg legenda cerita tsb.. cuma emg yg sy inget kisahnya yg tragis bikin hati ikutan baper (pdhl sy udh lupa bagian cerita penyebab dy dibunuh)..

    oiy pak sy jg sama suka bgt sm cerita2 legenda yg ada bau2nya ttg masa lalu jaman dahulu kala.. cuma sy ga bs napak2 tilas gtu ya maklum gak mungkin.. tp tetep ya anehnya di dalam batin itu penuh rasa penasaran n bertanya2 ttg histori tsb ky legenda nyai dasima ini.. sy jg penasaran apa keturunan beliau msh ada yg hidup sampai sekarang? Allahu a'lam...

    ReplyDelete
  12. Sy cucu dr desa kepala desa pertama dr desa kuripan org bilang namanya lurah barus sebenernya namanya maan bin sanirin beliau org cihowe nenek buyut org kuripan mmgtp skrg sdh berubah desa nya ,,,terimaksih tlh menulis sejath kuripan ciseeng bogor walau blm semuanya terungkap

    ReplyDelete
  13. Sejarah nyi dasimah nya kurang lengkap, ada beberapa sepuh kuripan yg menjelaskan perjalannya nyi dasima sesuai dengan fakta, dan alhamdulillah syapun jdi tau silsilah nyidasimah itu hingga keturunannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. klo boleh tau keturunan nyi dasimah itu smp kmn aja bang? buyut saya dulu jawara jampang. di julukin mantri tanah

      Delete
  14. Tulisan ini di buat pada tahun 2010 dan aku baru baca tahun 2020 sebagai orang yang asli tinggal di daerah ini, pernah dengar dari nene dan kake sosok nyai Dasima tapi tak tau banyak hal tersebut karena mereka tak banyak cerita hal tersebut.
    Kini aku penasaran di mana rumah tua yang di sampaikan penulis.
    Mungkin orang Kuripan sendiri tidak tahu banyak akan hal ini.
    Di tulisan ini tergambarkan jelas keadaan desa kuripan 10 tahun lalu dimana masih sangat asri tidak seperti sekarang Yang banyak pendatang. Tebing jurang pun sekarang di jadikan perumahan.
    Miris ya memang masyarakat desa sendiri tak bisa berbuat banyak dan tak bisa mempertahankan lahannya untuk tidak di jual. Masyarakat pun Masih awam tentang sejarah desanya sendiri. Untuk beberapa tahun kedepan mungkin tradisi desa ini akan tergeserkan. Terimakasih penulis berkat mu aku bisa tahu lebih banyak sosok nyai Dasima

    ReplyDelete
  15. Desa kuripan sudah beda lagi dari sebelumnya yg banyak pohon perpohonan semenjak tersentuk orang luar dari bogor seperti banyaknya lahan perumahan dan pohon banyak ditebang.ini saya dari warga kuripan

    ReplyDelete
  16. Desa kuripan sudah beda lagi dari sebelumnya yg banyak pohon perpohonan semenjak tersentuk orang luar dari bogor seperti banyaknya lahan perumahan dan pohon banyak ditebang.ini saya dari warga kuripan

    ReplyDelete
  17. Desa kuripan sudah beda lagi dari sebelumnya yg banyak pohon perpohonan semenjak tersentuk orang luar dari bogor seperti banyaknya lahan perumahan dan pohon banyak ditebang.ini saya dari warga kuripan

    ReplyDelete
  18. Saya orang Kuripan asli,dan sampe sekarang masih tinggal dimkuripan, tapi sedikit tau tentang Nene dasimah yg tazir dan kaya raya, desa yg penuh mistis, dan terkenal dengan desa santrinya, kini sudah modern dan berdiri rumah rumah

    ReplyDelete
  19. Mas aku orang Demak, nikah sama orang Kuripan dan tinggal skrg tinggal di Kuripan, sudah punya anak 3 semua lahir di desa Kuripan. Kalau boleh saya mintak nomornya mas....saya tertarik dengan hobby sampean....

    ReplyDelete