Punya rumah sendiri adalah impian setiap orang yang telah berkeluarga. Makanya begitu acara serah-terima kunci rumah dari pengembang, rasanya seperti tak percaya kalau aku telah memiliki rumah sendiri. Seluruh emosi bercampur aduk tak karuan: ada haru, lega, bangga sekaligus sedih karena harus berpisah dengan para tetangga yang selama 2 tahun telah lebur dalam kebersamaan.
Kejadian itu telah lewat 15 tahun lalu, cukup lama memang...tapi kesannya masih amat terasa sampai sekarang. Bukan sebuah gedung megah yang berdiri di sebuah permukiman elit dan terpandang, rumah kami hanyalah bangunan seluas 21 meter persegi terletak di lingkungan pedesaan di pinggiran Bogor. Konon dulunya adalah bekas perkebunan karet milik PTP yang sudah tak produktif lagi.
Komplek permukiman ini dihubungkan oleh sebuah jalan kecil sepanjang lebih dari 1 Km hingga bertemu dengan ruas jalan raya Bojonggede ke arah Parung. Jalan penghubung itu dulunya adalah jalan perkebunan yang biasa dipakai untuk mengangkut hasil perkebunan, selain untuk jalan pintas bagi penduduk sekitarnya.
Sekarang jalan kecil itu menjadi akses utama keluar-masuk dari dan menuju komplek. Sepanjang hari terutama pada jam-jam sibuk, kendaraan hilir mudik melewatinya. Akibatnya permukaan jalan tak pernah bisa mulus bahkan rusak sama sekali di beberapa bagian.
Bukannya tak ada upaya memperbaiki, tapi upaya perbaikan yang biasanya dilakukan dengan pengaspalan apa adanya selalu tak berumur panjang karena keterbatasan dana. Maklumlah komplek permukiman ini bisa diibaratkan anak ayam kehilangan induknya sejak pengembangnya pailit pada akhir 90-an padahal mereka belum menyerahkan fasum/fasos ke pemda. Hal ini selalu dijadikan alasan buat pemda mengelak dari tanggung jawabnya.
Beruntung masih ada pihak-pihak, terutama dari tokoh masyarakat setempat yang mampu menggerakkan potensi warga. Sedikit demi sedikit jalan rusak kini telah tertutup beton tebal dan cukup nyaman dilewati kendaraan. Memang diperlukan kesabaran dan pengorbanan yang tidak kecil untuk mewujudkannya karena dana yang dipergunakan sebagian besar dipungut dari warga sekitar.
Kanan kiri jalan masuk komplek terdapat lahan tidur milik beberapa instansi. Mereka seperti sengaja membiarkannya telantar hingga lahan itu ditutupi semak belukar dan alang-alang tinggi.
Bagi orang yang baru pertama melewatinya pasti tak akan menyangka kalau di ujung jalan ini terdapat sebuah komplek permukiman. Berangsur-angsur lahan ini kini mulai dimanfaatkan dengan ditanami aneka tanaman palawija seperti singkong, jagung atau kacang tanah. Sebuah usaha yang patut mendapat Kalpataru barangkali?
Saat ini jika kita melewati jalan ke arah keluar dari komplek, akan terlihat dengan jelas pemandangan Gunung Salak atau Pangrango yang biru. Bahkan pada malam hari yang cerah kita bisa melihat kerlap kerlip lampu jalan menuju Puncak.
Kembali ke cerita rumah di atas, sekarang setelah 15 tahun berlalu, rumahku memang sudah lebih luas dari sebelumnya. Kebetulan rumah sebelah yang merupakan kopel dari rumahku pun telah menjadi milikku sehingga 2 anakku yang kini mulai menginjak remaja tidak terlalu merasa sempit tinggal di sini. Bahkan setelah kami mampu membeli rumah baru di Cibinong yang aku anggap lebih layak huni dibandingkan rumah pertama kami, toh anak-anak tetap tak bergeming buat pindah. Mungkin bagi orang lain lingkungan perumahan kami tak ideal sebagai tempat hunian, tapi bagi kami rumah ini adalah surga yang penuh kedamaian dan kenangan indah. Alasan yang simpel ya.
wah jalannya sudah mulus, saya sudah hampir 8 tahun ninggalkan pura, tapi saya masih punya ikatan dengan pura terutama blok K
ReplyDeletewah sayang Anda tak menyebutkan nama, rasa-rasanya saya cukup banyak kenal sama orang2 blok K (terutama orang-orang lamanya). sekarang tinggal di mana?
ReplyDeletemasa-masa kecil saya dulu sering main kesini dari awal pura di bangun..emmm sempet parah jlannya memang.. sekarang udh di aspal.. hebatttttt...adiprawiradesign@yahoo.com
ReplyDeletecoba rasakan lewat jalan ini malam hari
ReplyDeletesehabis hujan pasti disambut halimun yang
tebal persis dipuncak terutama didepan
bilabong blok A,mungkin karena masih
banyaknya pohon pinus/cemara.sepertinya
terbayar perjalanan jauh untuk sampai
kerumah,salut untuk warga yang menanam
penghijauan pohon jabon disepanjang jalan
ini.
salam dari blok o
betul pak Budi, pohon2 cemara di depan blok A itu bagaikan siluet2 hitam menyeramkan ditimpa lampu temaram. bagi yg belum pernah datang kemari memang terasa atmosfir aneh, tintrim kata orang jawa , tapi begitulah lingkungan kita ini, tetap menyisakan keindahan yg sulit diungkapkan kata2...terima kasih sudah mampir.
ReplyDeleteMau tanya Pak, kalo harga rumah disana berapa yach type 36/72 standard, saya mau beli sama teman saya yg mau dijual rumahnya, Thanks
ReplyDeleteloh temannya apa gak ngasih harga? kalau gak salah antara 60 s/d 70 jutaan (tergantung kondisinya)
ReplyDeletepak wong bojong, kenal pak martinus (blok k 4) ga? bolehkah saya minta no telp beliau? berkenan di-email saja.. salam dari cilebut... antonius.vendhi@gmail.com
ReplyDelete@vendhi
ReplyDeletesaya baru denger nama ini, tapi bukankah cilebut deket sama pura bojonggede mas? nyari alamatnya sebenarnya gampang koq, karena blok k itu sedikit rumahnya...
iya pak wong bojong hehe... wah kirain kenal hehe... rencana sabtu saya mau ke rumah pak martinus itu... saya di cilebut bumi pertiwi 2 pak, btw
ReplyDeletesalam kenal pak, mohon untuk sering menulis artikel pura bojonggede..saya ada sedikit memory dengan perumahan tersebut
ReplyDeleteHidayat
salam kenal juga...tentu mas/pak Hidayat, dari awal saya bikin blog ini memang untuk tujuan tersebut, saya pingin bercerita banyak ttg tempat sederhana yg saya cintai ini...btw pernah tinggal di sini? di blok apa?
ReplyDeletepak Wong Bojong, mohon pencerahan mengenai jalan akses ke pura dari stasiun bojong gede, kalau jam 20an masih aman?
ReplyDeletepencerahan? ha..ha..bahasanya itu loh...
ReplyDeletejalan akses maksudnya jalan utama penghubung stasiun Bojonggede ke komplek Pura kan? aman maksudnya aman dari tindak kriminalkah? kalau itu yg dimaksud, bukan hanya pukul 20, sampai dinihari kendaraan pun masih lalu-lalang disini dan alhamdulillah sedikit sekali laporan tindak kriminal yg saya dengar. hanya saja kalau mau naik angkot (117) hanya sampai pukul 22. lebih dari jam itu paling naik ojek (ongkosnya kurang lebih 10 ribu). satu hal yg perlu saya tekankan, mohon hati2 berkendara di malam hari...selain karena relatif gelap juga karena sepanjang jalan ini banyak lobang yg cukup dalam. semoga bermanfaat. terima kasih sudah mampir.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletesalam kenal mas..., izin copas bbrp isi artikelnya
ReplyDeletemantaf, kangmas.....salam dari kami yang berdomisili depok 2 tengah...
ReplyDeleteWahh.. tempat yang damai...kapan yaa bisa maen ke mari..?
ReplyDeleteaslkm wrwb. salam kenal pak wong bojong, sy warga pura blok e sdg cari rumah buat anak yg baru nikah. di blok e byk rmh kosong yg keadaannya sdh hancur/rubuh tp ga tau siapa pemiliknya brgkali pak wong bojong bsa ksh informasi kmn sy hrs kontak utk menanyakan rmh tsb di jual atw tdk. tks
ReplyDeletewa alaikumsalam wrwb.
Deletesilakan main ke Pura, bu, kebetulan sekarang ada beberapa developer yang tengah membangun beberapa unit rumah dengan harga yang variatif. tinggal pilih saja.
masih adakah bidan fitri di sana?
ReplyDeletesetahu saya sih masih...
Deletesaya masih ada rumah di blok k1/16, deretan rumah pak eko, pak sandi. saya suka di bojong tapi istri ndak suka karena sepi
ReplyDeletenama-nama yang bapak sebutkan kebetulan saya kenal semua. kalau isteri saya malah berkebalikan, justru ia lebih suka tinggal di sana. udara yang masih segar, hubungan antar warga yang harmonis dan biaya hidup yang relatif lebih rendah. menurut saya blok K adalah kawasan yang nyaman, tenang dan adem. tapi kembali lagi ke personal masing2, ada yg senang suasana ramai, ada yang senang suasana tenang, no problemo...yang penting bisa menikmati dan mensyukuri nikmat hidup ini.
Deleteeniwei, terima kasih atas kunjungan pak Wiro di blog ini, salam.
Salam kenal pak wong bojong, kebetulan saya kemarin ke pura bojong gede untuk survey rumah yg dijual, saya mau tanya untuk status kepemilikan tanah di pura sekarang ini apa sudah di serahkan ke pemda ya ? melihat dari artikel bapak, menyebutkan surat pembaca yang disampaikan oleh Sunarto, SH, MSi, Sekretaris Ikatan Keluarga Departemen Dalam Negeri, di Harian Pelita. ini sudah dari tahun 2010 yg lalu.
ReplyDeleteSalam kenal juga mas/mbak/pak/bu anonymous...
ReplyDeleteSaya kurang tahu persis, tapi berita simpang siur yang saya terima sih katanya sudah diserahkan. Cuma kan harusnya pemda ikut bertanggung jawab terhadap infrastrukturnya, tapi sejauh ini justru infrastruktur itu terasa tak mendapat sentuhan pemda sama sekali. Selama ini yang saya tahu bahwa perbaikan infra struktur, seperti jalan dan penerang jalan adalah prakarsa warga Pura sendiri.
Mas ini sekarang pengembangnya siapa ya? Tertarik utk lihat ksana tp agak khawatir juga krn kok promonya murah sekali dibanding yg di citayam padahal kan tdk terlalu jauh beda jarak keduanya.
ReplyDeleteSaya gak hapal nama pengembangnya, tapi setahu saya lebih dari satu pengembang yang membangun di komplek Pura. Memang kalau dibandingkan harga perumahan di Citayam lebih murah dan itu wajar mungkin karena NJOPnya juga lebih murah dibanding yang di Citayam. Monggo silakan main ke Pura dan hubungi/pilih developer mana yang diinginkan.
ReplyDeleteBaru kemarin kesana mas, lihat perumahan yg baru dibangun, yg developernya Mahika Tirta. Memang jauh sih, tapi lingkungannya cukup ramah dan udaranya masih bagus.
DeleteKalau developernya banyak, pengembangan fasum/fasos bisa terkendala ngga ya, karena tarik ulur antar satu developer dengan yg lain.
setuju mas Dodz, lingkungan di sini masih lumayan bagus, udaranya juga relatif sejuk. kalau jauh...ya memang jauh, tapi aksesnya lumayan gampang, bisa lewat tol (BORR) atau dengan krl. penduduk sini sebagian besar memang pengguna commuterline.
Deletemasalah fasum/fasos memang jadi kendala dari dulu karena kasus intern developer awal yang bangkrut sebelum menyerahkan fasum/fasos ke pemda. makanya seperti urusan jalan dll hampir semua dikelola secara swadaya/gotong-royong. eh...btw, saya sudah tinggal di daerah ini sejak 1994 dan alhamdulillah masih betah. he...he...he. salam.
iya mas, lupa salam kenal, hahaha.
Deletesepertinya sih memang menjanjikan untuk tinggal jangka panjang. terutama adanya rencana tol desari, rencana pengembangan jalan arteri tegar beriman, dan dekat stasiun kereta.
kalau jodoh jadi di sini, ntar saya mampir2 ke rumah mas deh, hehehe.
oiya mas. nanya lagi dong.. perumahannya pernaj kena banjir ngga ya?
ReplyDeletedulu awal tahun 90-an, pertama kali saya nyari rumah, syarat utama ya bebas banjir itu. kebetulan saya sudah keliling sampai Tangerang segala namun saya melihat daerah yang saya tempati sekarang ini cukup memenuhi syarat untuk itu. dengan melihat kontur tanah yang berbukit-bukit sudah cukup meyakinkan saya bahwa daerah ini bebas banjir. alhasil, selama 22 tahun saya tinggal belum pernah mengalami yang namanya banjir itu. mudah-mudahan sampai seterusnya. oh iya, masalah rumah memang jodoh-jodohan juga. ada cukup banyak tetangga saya yang apada pindah rumah juga karena beberapa faktor. ada yang tidak kerasan, ada yang pingin suasana baru, ada yang mau cari yang lebih besar, ada yang mau cari yang lebih dekat...pokoknya seribu satu alasan. kalau saya lebih meyakini alasan orang pindah lebih dikarenakan faktor internal mereka...dan ini tentu relatif.
Deletekalau suasana sih saya rasa ke depannya cukup prospektif ya. yang penting tidak bermasalah dengan banjir sepertinya sudah jadi nilai plus. mudah2an aja ke depannya tetap aman dr masalah banjir.
ReplyDeletepak, mau nanya2 ttg perumahan sana, bs lewat email atau WA gtu...
ReplyDeleteterimakasih yaa..
salam kenal
pak masih kah di pura??? saya dari TK sudh di pura ikut Alm bapak saya, jika memang bapak orang lama di pura mungkin kenal dengan Alm bapak saya..
ReplyDelete